Oleh : Andri Ramdhani, Andi Eka Sakya,
Roni Kurniawan, dan Bayu Edo Pratama
Gelombang pasang air laut 7–10 Juni 2016
menyebabkan sejumlah wilayah pesisir Indonesia mengalami banjir rob. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan sejumlah wilayah pesisir
mengalami banjir rob akibat laut pasang, me-nimbulkan kerugian dan gangguan
terhadap aktivitas masyarakat di wilayah pesisir barat Sumatra, pantai utara
(Pantura) Jawa, pantai selatan Jawa hingga Bali.
Terdapat beberapa istilah di masyarakat
dalam menyebutkan banjir pantai ini, di antaranya adalah banjir rob, banjir
pesisir, banjir pantai dan gelombang pasang. World Meteorological Organization
(WMO) menamakan fenomena ini dengan sebutan coastal inundation yaitu banjir
atau genangan di pantai akibat faktor meteorologi, hidrologi, dan
oseanografi.
Masyakarat pesisir di Pantura lebih
mengenal fenomena ini dengan sebutan banjir rob. Istilah ini digunakan untuk
membedakan banjir yang berasal dari laut dengan banjir dari luapan sungai
akibat peningkatan adanya curah hujan. Berbeda halnya dengan masyarakat di
pesisir barat Sumatra, selatan Jawa hingga Nusa Teng-gara Timur (NTT), mereka
menyebutnya seba-gai gelombang pasang.
Kejadian ini sangat menarik untuk dikaji
sebagai evaluasi dan mitigasi ke depan. Pada periode tersebut juga terjadi
peningkatan tinggi muka air laut yang menggenang beberapa pantai di Pantura dan
pantai selatan Jawa. Analisis awal menunjukkan bahwa saat itu merupakan awal
bulan baru yaitu posisi matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis
lurus. Kondisi konjunsi ini menyebabkan pasang naik yang sangat tinggi
dan pasang surut yang sangat rendah. Gejala alam seperti ini, pasang naik atau
turun pada saat terjadinya konjungsi disebut spring tide. Kejadian ini
merupakan siklus bulan-an yang normal terjadi setiap bulannya, walaupun tidak setiap
saat terjadi konjungsi.
Kenaikan tinggi muka air laut yang
terajdi pada tanggal 7 – 10 Juni 2016 dapat dilihat dengan adanya anomali
positif tinggi permukaan air laut (Sea Surface Height, SSH) di bebe-rapa
wilayah perairan Indonesia. Variasi kenaikannya sekitar 20 – 30 cm, antara lain
di Perairan barat Sumatra, Selat Malaka bagian tengah, Perairan Pantura Jawa,
Perairan selatan Jawa, dan Perairan selatan Bali.
Time-series TML di pantai Utara dan selatan Pulau Lombok dan Sumbawa |
Tren kenaikan SSH ini diduga juga
berhubungan dengan ENSO, El Nino dan La Nina yang mempengaruhi karakteristik
tinggi muka laut (TML). Berdasarkan time-series
TML dari tahun 1993 sampai 2008 terlihat bahwa pada saat terjadi El Nino,
TML akan terdepresi sebesar 20 cm di bawah normal. Sebaiknya, pada periode La
Nina akan ter-elevasi sebesar 10-20 cm (Sofian, 2008).
Kenaikan TML saat transisi El Nino dan
La Nina disebabkan penguatan trade wind di
Samudra Pasifik yang membawa masa air dari Pasifik Timur di sekitar Peru ke
daerah Perairan Indonesia yang ditandai dengan perpindahan kolam air hangat (warm pool) dari Pasifik Tengah ke
Perairan Indonesia. Kondisi ini menyebabkan naiknya tinggi muka air laut di
perairan Indonesia. Kombinasi fenomena astronomis dan meteorologis menjadi
pemicu pasang tinggi dengan anomaly positif tinggi muka air laut di beberapa
perairan Indonesia dan menyebabkan bencana banjir rob pada 7-10 Juni 2016. Pada
periode itu juga terjadi gelombang pasang di pesisir pantai selatan Jawa.
Angin Permukaan tanggal 7 Juni 2016 jam 12 UTC (BMKG, http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php). |
Dari pola tekanan udara terlihat adanya
pusat tekanan tinggi sub tropis (mascarene
high) di sekitar 300 LS Samudra Hindia di sebelah Barat
Australia. Fenomena ini terjadi bulan Juni – September. Pusat tekanan tinggi
mencapai 1029 Hpa terpantau sejak 7 Juni 2016 dengan tren menguat dan cenderung
bergerak ke arah timur di sebelah selatan jawa. Di sekitarnya terpantau angina permukaan
25-30 knot. Sedangkan, kecepatan angina di selatan jawa saat itu di dominasi angin
timur – tenggara dengan kecepatan 5-10 knot.
Tinggi Gelombang signifikan tanggal 8 Juni 2016 (model gelombang Ina-Waves BMKG, http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php). |
Kemunculan mascarene high di sebelah barat Australia memicu angina kencang dan
tinggi gelombang 6-8 m. Simulasi model numerik Ina-Waves BMKG 8 Juni 2016 menunjukan
tinggi gelombang signifikasi di pesisir selatan Jawa bervariasi antara 4-5
meter. Terlebih lagi, terlihat bahwa gelombang ekstrem yang terjadi di selatan
Jawa tersebut lebih didominasi oleh alun atau swell dibandingkan dengan ombak atau windsea.
Tinggi gelombang laut yang bervariasi di
picu oleh mascarane high dan
bersuperposisi dengan pasang tertinggi serta anomaly tinggi muka laut hingga
30cm memicu terjadinya bencana storm tide
di pesisir pantai selatan jawa, Bali dan NTB. Kondisi ini berdampak lebih
buruk bagi masyarakat pesisir selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB),
dibandingkan banjir rob di pesisir utara jawa.
Berdasarkan hasil simulasi numerik
tinggi gelombang, BMKG merilis peringatan dini gelombang tinggi dan banjir rob
sejak jauh hari. Kewaspadaan dini diperlukan untuk memitigasi kerugian dan
korban yang mungkin terjadi akibat “bencana” gelombang tinggi, tidak saja bagi
nelayan pencarian ikan, tetapi juga kegiatan wisata pantai, distribusi logistic
antarpulau, dan transportasi laut.
Andri Ramdhani, Roni Kurniawan,
dan Bayu Edo Pratama adalah peneliti BMKG.
Andi Eka Sakya, adalah Kepala BMKG.
Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 57, September 2016, Hal: 67-69
0 comments:
Post a Comment