http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

Monday, August 15, 2016

Presiden Anugerahkan Tanda Kehormatan kepada Sembilan Tokoh



JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memberikan tanda kehormatan kepada sejumlah tokoh yang dianggap sudah banyak berjasa di Indonesia.
Pemberian tanda kehormatan berlangsung di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/8/2016). Penghargaan ini diberikan sekaligus dalam rangka memperingati HUT ke-71 RI.
Berikut adalah nama-nama penerima tanda kehormatan:
1.   Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana
Diberikan kepada satu orang, yaitu atas nama:
Jenderal Polisi (Purn) Badrodin Haiti
Penghargaan ini diberikan atas usulan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selama berkarir di kepolisian hingga akhirnya menjadi Kapolri, Badrodin dianggap berjasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.

2. Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama
Diberikan kepada 4 orang, yaitu atas nama:
a. Saifudin Aswari Rivai
Bupati Lahat Provinsi Sumatera selatan (periode tahun 2008-2013; periode tahun 2013-2018).
Penghargaan diberikan atas usulan dari Kementerian Sosial RI. Saifudin dianggap berjasa antara lain dalam bidang Sosial Kemanusiaan. Dengan program listrik masuk desa 99 persen wilayah desa di kab Lahat terjangkau oleh listrik.
b. H.M. Nurdin Abdullah
Bupati Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan (periode tahun 2008-2013; dan periode tahun 2013-2018).
Penghargaan diberikan atas usulan dari Kementerian Koperasi dan UMKM. Nurdin antara lain berjasa besar dalam bidang Koperasi, Usaha Mikro Kecil, dan Menengah dengan menata pedagang kaki lima di Pantai Seruni dan Pantai Kamalaka.
c. Hasto Wardoyo
Bupati Kulon Progo, Provinsi DIY (Periode tahun 2011-2016).
Penghargaan diberikan atas usulan dari Kementerian Koperasi dan UMKM. Ia antara lain berjasa besar dalam bidang Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah dengan motto Bela dan Beli Kulon Progo.
d. Andi Eka Sakya
Kepala BMKG (Tahun 2013 s/d Sekarang).
Atas usulan dari BMKG, antara lain berjasa besar dalam bidang pelayanan BMKG dengan menggagas open data policy.

3. Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma
Diberikan kepada empat orang, yaitu atas nama:
a. Mangkunegara VI (Alm Raden Mas Soerjo Soeparto)
Atas usulan dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan. Ia antara lain berjasa besar dalam Pelestarian Budaya Jawa, Musik dan Drama Tradisional. 
b. Taufik Ismail
Atas usulan dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan, antara lain berjasa besar dalam Sastra dan Penyair.
c. Martha Tilaar
Atas usulan dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan, antara lain berjasa besar dalam Pelestarian Jamu dan Herbal.
d. Achadiati Ikram
Atas usulan dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan, antara lain berjasa besar dalam bidang Filologi.

Tahapan seleksi
Penganugerahan tanda kehormatan tersebut, telah melalui beberapa tahapan dengan memperhatikan usulan dari Lembaga Tinggi Negara, Kementerian, Lembaga Negara Non Kementerian serta instansi terkait lainnya.

Pemberian penghargaan juga sudah melalui Hasil sidang Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah memberikan pertimbangan kepada Presiden RI.


Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/08/15/13070141/presiden.anugerahkan.tanda.kehormatan.kepada.sembilan.tokoh , Penulis : Ihsanuddin, Editor: Bayu Galih, Senin 15 Agustus 2016 , 13:07 WIB

Friday, August 5, 2016

Gangguan Cuaca Bernama MJO


Oleh : Siswanto dan Andi Eka Sakya*



Perangi cuaca pada Juni 2016 terasa galau. Laman BMKG merilis catatan berbagai peristiwa ekstrim mulai awal Mei 2016. Tercatat hujan merata sangat lebat di Pekanbaru. Puting beliung di Aceh terjadi seminggu, berbarengan dengan hujan sangat lebat menyebabkan banjir bandang di Sibolangit. Bencana serupa terjadi di bangka, mengakibatkan 50 rumah rusak parah. Juni - juli, perilaku cuaca belum juga kondusif. Hujan lebat terjadi di Lampung, Sumatera Barat, Purworejo - Jawa Tengah, dan Solok.

Orang mengaitkan kejadian itu dengan La-Nina. Padahal, Indeks ENSO masih positif pada Mei dan pertengahan Juni, indikasi proses peluruhan El-Nino  masih berlangsung menuju netral. Akhir Juni, nilainya mencapai - 0.51, menandai fase netral. Maknanya, curah hujan tinggi tak terkait dengan La-Nina.

BMKG beberapa menampilkan fakta, saat suhu muka laut di Indonesia masih cukup tinggi, angin timuran dari Australia masih sangat lemah dan teramati fenomena mendinginnya suhu muka laut di Afrika Timur, berasosiasi dengan tumbuhnya Dipole Mode Negative (Indian Ocean Dipole - IOD) atau sering disebut pula Western La-Nina. Indeks IOD mulai negatif dan di perkirakan mencapai puncaknya pada Juli. Kontribusi IOD negatif "menahan" uap air yang disebabkan oleh suhu muka laut dan menyumbang potensi hujan.

Mengapa hujan di musim kemaraubegitu tinggi?  bahkan, di Sumbar mencapai 314 mm/24 jam (17 Juni). Nilai intensitas hujan yang tak pernah terjadi sebelumnya. Para meteorolog menyepakati, gangguan cuaca ekstrim tersebut di picu oleh gejala MJO (Madden Julian Oscillation).

MJO merupakan fenomena semi-musiman konveksi skala sinoptik berupa pumpunan massa uap air berskala luas dan bergerak sepanjang bujur dari Samudera Hindia Barat hingga Samudera Pasifik Timur. Diperkenalkan pertama kali oleh Roland Madden dan Paul Julian [Peneliti American National Center for Atmospheric Research (NCAR)], MJO bersiklus 30-90 hari.

Lintasan jalar dan lama fase aktif MJO pada daerah bujur tertentu bisa lebih cepat ataupun lebih lambat. MJO yang aktif pada musim kemarau ketika memasuki wilayah Indonesia akan terpropagasi zig-zag  dengan orientasi arah Barat Daya-Timur Laut, karena pengaruh perambatan gelombang Rossby pada wilayah tropis dan interaksinya dengan monsun Australia.

Posisi lintas jalar dan kekuatan fase gelombang MJO lazim di sederhanakan oleh indeks dalam bentuk kuadran (lihat gambar). Lintas jalar bergerak berlawanan arah jarum jam dalam kwadran menggambarkan pergerakan dari barat ke timur di sekitar ekuator tropis. Semakin jauh lintasan dari lingkar dalam kuadran maka MJO terindikasi semakin kuat. Kuadran 3 dan 4 menggambarkan wilayah pergerakan massa uap air di wilayah Indonesia, terutama sebelah barat daya dan tengah. Sementara pada kuadran 5 lebih berpengaruh di wilayah Indonesia bagian timur laut. Perlu dicatat, pusat gelombang MJO pada suatu lokasi geografis sering disertai penguatan konveksi pada daerah lain, sehingga kadang tampak kejadian hujan ekstrem mendahului lintas jalar MJO.

Perkembangan Indeks MJO dari 31 Mei sd 9 juli 2016
(sumber : http//www.bom.gov.au/climate/mjo/).
Suhu permukaan laut Indonesia memang masih lebih hangat, dibanding rerata klimatologisnya dalam 30 tahun terakhir, pada bulan-bulan ini memicu kelimpahan pasokan uap air ekstra lebih banyak dari hasil penguapan lautan. Interaksinya dengan sirkulasi angin serta pengaruh topografi daratan/pulau dapat membuat atmosfer di atasnya mudah berawan sehingga lapisan lebih tinggi (disebut awan supercell), terlebih saat fase aktif MJO. Maka, peluang munculnya  cuaca ekstrim dan hujan badai akan menjadi lebih besar. Hal inilah penyebab hujan sangat lebat di Indonesia.

MJO berkorelasi kuat dengan hujan ekstrem di wilayah Indonesia. Banjir Jakarta 2013, terdeteksi radar cuaca BMKG dan radar Serpong BPPT, dipicu oleh hujan sangat lebat yang bergerak dari pesisir ke daratan Jakarta. Curah hujan menjadi ekstrem akibat pertemuan massa udara (konvergensi) yang kuat di sekitar Jakarta akibat kuatnya aliran monsun lintas ekuator dan seruak dingin (cold surge), lalu teramplifikasi oleh fase aktif MJO pada posisi kuadran 4.

Kini, prediksi penjalaran MJO telah mengalami kemajuan pesat. Hal ini membantu fasilitasi peringatan dini adanya potensi hujan dan dampak bencananya. Pada kejadian curah hujan ekstrim Juni, BMKG telah me-release peringatan dini terkait dengan potensi hujan ekstrim di beberapa lokasi, termasuk di Jawa Tengah.

Informasi tersebut dikembangkan dari sistem prediksi cuaca numerik yang menunjukan kecenderungan penjalaran MJO saat bergerak memasuki wilayah Benua Maritim dan berkolerasi erat dengan potensi pertumbuhan awan konvektif dan hujan yang sangat lebat. Peningkatan aktifitas konfeksi yang massif ditandai dengan besarnya radiasi gelombang panjang yang bernilai negatif.

Peta spasial rerata 10-harian radiasi balik gelombang panjang (OLR) dari 10 Juni - 9 Juli 2016 (Sumber : CPC/NCEP/NOAA). Poligon garis biru menandai fase aktif MJO (negatif OLR) di wilayah Benua Maritim Indonesia yang berkaitan dengan proses konvektifitas atmosfer. Kondisi sebaliknya berlaku pada daerah dengan poligon garis merah.

























Gambar diatas menunjukan pergerakan awan konvektif akibat gangguan cuaca MJO di wilayah Indonesia, Warna biru mengindikasikan kuatnya awan konvektif yang berkorelasi dengan hujan intensitas sedang sampai dengan lebat yang menjalar sesuai "dorongan" MJO yang bergerak memasuki Benua Maritim Indonesia.

Intensitas MJO 18 Juni mencapai 17.7 pada fase 3 yang mendorong terjadinya hujan sangat lebat di beberapa daerah di Indonesia bagian Barat, serta dampak longsor. Hujan ekstrem terjadi justrupada musim yang lazimnya kering. Banjir dan longsor terjadi di puncak musim kemarau.
*Penulis adalah peneliti dan Kepala BMKG



Thursday, June 30, 2016

La Nina: Peluang Baik atau Bencana?







Ratna Satyaningsih, Andi Eka Sakya dan 
Ardhasena Sopaheluwakan -



Yang menarik, El Nino – La Nina berjalan mengikuti suatu siklus klimatologis tertentu. Pada siklus normal suhu permukaan laut, kolam panas di Pasifik seolah-olah mengikuti gerak semu matahari dengan jeda sekitar dua bulan.

Pasca El Nino 2015/2016, masyarakat Indonesia dihadapkan pada kegalauan baru. Terutama terkait dengan musim. Hari-hari pada bulan Mei dan Juni, mestinya hujan sudah jarang. Alih-alih hujan berhenti, berbagai wilayah justru banyak dilanda banjir bandang, puting beliung dan longsor. 
Di Langkat, banjir bandang terjadi. Kejadian serupa juga melanda Sumatra Barat dan Riau. Jayapura pun demikian. Polewali dilanda pu-ting beliung yang memorak porandakan rumah penduduk. Apa yang terjadi? Apakah tak ada kemarau  di tahun ini? Ekstrimitas iklim  apa yang menyebabkan hujan tiada mau berhenti. Februari, BMKG telah memprakirakan bahwa musim kemarau di Indonesia secara rerata akan terlambat dua bulanan. Sampai akhir Mei 2016, baru 31.9% wilayah yang memasuki musim kemarau. Indeks ENSO masih 0.3, walaupun nilanya terus meluruh dan awal Juni tercatat -0.4. Nilai indeks normal semestinya tidak membuat kemarau mundur  lama. 
Dampak El Nino 2015 terbilang besar. Dalam 3 bulan, hampir Rp 200 triliun (0,2% PDB) hilang. Kegagalan panen, berhentinya aktivitas transportasi, belum lagi “beban kerugian jangka panjang” akibat terhirupnya asap ke dalam paru-paru. Sebagai perbandingan, di Thailand, El Nino membebani kerugian sekitar 0.15 % PDB. 
Di ujung lain ekstrimitas, La Nina tak hanya menimbulkan dampak ekonomis yang negatif, tapi juga positif. Di sektor pertanian, misalnya, curah hujan yang lebih tinggi daripada normalnya di musim kemarau dapat meningkatkan kasus banjir dan serangan hama dan penyakit di daerah yang rawan banjir. Sebaliknya, di lahan tadah hujan dapat meningkatkan luas panen. 

Kejadian El Nino yang diiringi La Nina berdampak pada produksi kopi. Sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, besar kemungkinan berdampak positif terhadap harga kopi Indonesia di pasar dunia. Di sektor per-ikanan, La Nina mendatangkan lebih banyak ikan tuna di perairan Indonesia akibat massa air hangat yang masuk dari Pasifik Barat mencapai perairan Makassar dan Banda. Di sisi lain, perlu diantisipasi gelombang tinggi saat La Nina. 

Ekstrimitas iklim yang terjad dan berdampak bagi Indonesia, bukan hanya El Nino, tetapi juga La Nina - yang secara fenomenologis berdampak pada tambahan hujan. Sebagai negara khatulistiwa, ternyata indonesia dikelilingi oleh berbagai faktor iklim. Di sebelah Timur, agak jauh mendekati Amerika Selatan, El Nino dan La Nina. Kolam hangat dan dingin di Pasifik Timur dan Tengah yang dampaknya berpengaruh pada pasokan uap air di Indonesia. Di sebelah  Timur Afrika, ada Indian Ocean Dipole (IOD) atau Dipole Mode. Pada IOD positif, akan berdampak berkurangnya pasokan uap air ke Indonesia. Sebaliknya saat negatif terjadi curahan hujan berlebih. Kedua fenomena di atas, dapat dilihat berlebih. Kedua fenomena di atas, dapat dilihat dari suhu permukaan laut global, paling tidak di khatulistiwa memanjang dari afrika hingga Amerika Selatan.

Faktor iklim lain adalah angin monsun Asia dan Australia. Kedua pole angin ini bergerak dan berubah dipengaruhi oleh posisi matahari. Pola ini berpengaruh pada hampir 70% wilayah Indonesia. Namun demikian, pola monsun ini terpengaruh pula oleh ekstrimitas yang muncul saat terjadi El Nino atau La Nina dan IOD positif atau negatif.

Selain itu, juga dipengaruhi "gangguan cuaca sub-seasonal" seperti Madden-Julian Oscillation (MJO). MJO ini berupa aglomerasi pemampatan dan perenggangan udara yang bergerak dari Samudra Hindia menuju ke timur  ke arah Pasifik. Jika MJO melewati Indonesia , maka akan terjadi hujan sangat lebat seperti dialami Pangkalpinang beberapa saat lalu, atau banjir  Jakarta awal 2013. Badai tropis, walau tidak lewat Indonesia terutama di khatulistiwa, dampaknya juga pada intensitas hujan tinggi. Demikian pula, seruak dingin baik dari Utara maupun selatan. Berbeda dengan ekstrimitas iklim yang memakan waktu agak panjang (lebih dari 1 bulan), dampak gangguan cuaca sub-seasonal  paling lama  1 minggu.

Perkembangan teknologi sekarang telah memungkinkan berbagai peristiwa gejala alam terkait dengan ekstrimitas iklim dan cuaca terprediksi secara baik. ENSO, misalnya, berbagai lembaga dunia telah mengembangkan tool  untuk memprediksinya. El Nino dan La Nina, misalnya, model matematis dari berbagai lembaga meteorologi dunia telah memprakirakannya. Simulasi model matematika-fisis suhu permukaan laut secara global disimulasikan di Pusat Prakiraan Iklim dan Lingkungan (National Center for Environmental Prediction, NCEP) di bawah NOAA (National Oceanographic and Atmospheric Administration) di Maryland, Amerika. Hasilnya berupa gambaran perkembangan suhu permukaan laut secara global 6 (enam) bulan ke depan.

Prediksi teoretis tersebut tetap saja perlu dijustifikasi dengan pengamatan riil. Antara lain pengamatan ENSO oleh NOAA dan JMA (Japan Meteorological Administration) di Pasifik Timur dan Tengah. Namanya Tropical Atmospheric Ocean (TAO), berupa buoy yang terpasang di Samudra Pasifik. Mulai dipasang 1985, data ENSO diambil dari setidaknya 70 moorings. Tahun 2000, TAO berubah menjadi TAO/TRITON Array sebagai apresiasi terhadap sumbangan Triangle Trans Ocean Buoy Network (TRITON) Moorings yang dioperasikan JAMSTEC di sepanjang 156o BT. 

Data dari TAO/TRITON Array memberikan gambaran perkembangan suhu muka laut di lokasi Pasifik dan di kedalaman laut hingga 500 meter di bawah laut. Data dapat diakses secara terbuka dan di gunakan sebagai rujukan berbagai lembaga meteorologi dunia, termasuk BMKG. Hal ini juga menjelaskan mengapa setiap lembaga meteorologi dunia mempunyai prediksi trend kemungkinan terjadinya El Nino atau La Nina yang berbeda. Namun demikian, untuk memastikan "indeks" ENSO yang benar, semua lembaga merajuk pada hasil pengamatan TAO/TRITON tersebut. Pada gambar menunjukkan hasil pengamatan perkembangan suhu muka laut dan suhu di bawah laut pada periode tertentu.

Evolusi suhu bawah permukaan laut (bagian atas di setiap panel) dan anomalinya (bagian bawah di setiap panel) di pasifik akuator sejak bulan Maret hingga Juni. Semakin merah, semakin panas suhu permukaan dan anomalinya; sebaliknya, semakin biru, semakin dingin pula suhu permukaan dan anomalinya.

Yang menarik, El Nino - La Nina berjalan mengikuti suatu siklus klimatologis tertentu. Pada siklus normal suhu permukaan laut, kolam panas di Pasifik seolah - olah mengikuti gerak semu matahari dengan jeda sekitar dua bulan. Pada bulan Januari-Februari, kolam panas (warm pool) berada di Pasifik barat hingga Pasifik tengah sedangkan di Pasifik timur terdapat cold tounge.

Suhu permukaan laut di Pasifik timur pada bulan Maret masih hangat sejak Mei semakin dingin, menandakan pola umum munculnya kondisi La Nina. Suhu permukaan laut dan anomalinya di perairan Indonesia sendiri juga hangat sehingga banyak penguapan dan mendukung kondisi basah. Sinyal MJO hingga awal Juni masih lemah dan diprediksi menguat pada pekan kedua juni seiring dengan pergerakannya ke arah timur dari perairan timur Afrika melewati Samudra Hindia. Berkaitan dengan ini, diprediksi terbentuk daerah pembentukan awan dan berarti potensi terjadi hujan di perairan barat Sumatera pada pekan kedua Juni dan selanjutnya akan meluas ke wilayah lainnya pada pekan berikutnya.

BMKG telah memprediksi bahwa La Nina mulai aktif pada bulan Juli dan berpuncak di bulan Desember 2016 atau Januari 2017. Selain itu, kondisi IOD negatif diprediksikan akan terus menguat hingga September. Perpaduan kedua fenomena tersebut menambah pasokan uap air ke wilayah Indonesia, yang pada glirannya akan meningkat potensi curah hujan melebihi nilai rata-rata normalnya (atas normal) pada musim kemarau dan pada musim hujan tahun 2016/2017. 




Ratna Satyaningsih, Andi Eka Sakya  
dan Ardhasena Sopaheluwakan berkarya di 
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)




Sumber : Majalah Sains Indonesia hal : 77, juli 2016 - vol55.


Wednesday, May 25, 2016

BMKG Gandeng NOAA-USA Perkuat SDM Pelayanan Iklim


Manado, 13/5 (AntaraSulut) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggandeng National Oceanic and Admospheric Administration (NOAA-USA) untuk memperkuat Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang kelautan untuk meningkatkan pelayanan iklim.

"Workshop ini sudah tahun ke-11 kita lakukan dengan harapan mampu meningkatkan kualitas SDM di Indonesia khususnya di Manado juga dalam pelayanan iklim dengan memanfaatkan observasi laut," kata Kepala BMKG Dr Andi Eka Sakya di Manado, Jumat.

Dia mengatakan kegiatan workshop internasional iklim maritim ini merupakan bagian dari rangkaian implementasi kerjasama antara BMKG dan NOAA yang telah ditandatangani pada tanggal 16 Januari 2016.

Kegiatan ini akan berlangsung selama lima hari dari tanggal 13-17 Mei 2016 dengan melibatkan 30 orang peserta dan universitas perwakilan dan stasiun BMKG di berbagai daerah.

"Kami memilih Manado sebagai tempat pertemuan ke-11 kali ini, karena daerah ini sangat unik dengan wilayah laut yang sangat menarik apalagi menjadi salah satu tempat segitiga terumbu karang yang telah digagas sejak 2009 dalam World Ocean Conference (WOC)," jelasnya.

Dia menjelaskan sebagai negara kepulauan yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, wilayah Indonesia menjadi salah satu pusat kendali sistem iklim dunia.

Untuk mengantisipasi atau menekan dampak yang ditimbulkan fenomena kelautan dengan meprediksi fenomena El Nino Souther Oscillation (ENSO).

Workshop yang akan berlangsung hingga 17 Mei mendatang itu menghadirkan pembicara dari NOAA/OCO Dr Sidney Thurston, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado Revol Gerung, dan Kepala BMKG Dr Andi Eka Sakya.***1***Budi Suyanto


Sumber : http://www.antarasulut.com/berita/29911/bmkg-gandeng-noaa-usa-perkuat-sdm-pelayanan-iklim , Pewarta: Editor: Guido Merung , Jumat, 13 Mei 2016 17:00 WIB



Tuesday, May 24, 2016

Media Massa Jadi Tempat Informasi BMKG


Pekanbaru, (Analisa). Media massa baik dari media cetak, elektronik dan media online, masih men­­­jadi media informasi bagi ma­syarakat untuk mengetahui situasi ter­kini. Ter­masuk untuk sosialisasi Ba­dan Meteo­rologi Klimatologi dan Geo­fisika (BM­KG), kepada masyara­kat dalam me­ma­hami kondisi alam yang terjadi.
Hal tersebut disampaikan Kepala BM­KG Pusat, Andi Eka Sakya, dalam sosia­lisasi untuk menjalin sinergitas dalam mengedukasi ma­syarakat teru­tama media massa dalam memahami bidang me­teo­rologi, kli­matologi dan geofisika.
"Media massa masih men­jadi anda­lan  BMKG untuk informasi prediksi iklim dan cuaca agar dapat dipahami oleh masyarakat. Sehingga tidak me­nimbulkan banyak per­sepsi," ujar Andi Eka, Selasa (10/5), di Hotel Aryaduta Pekanbaru.
Dijelaskannya, banyak persepsi dari masyarakat tentang informasi tentang cuaca dan iklim di wilayah masing-ma­­sing. Termasuk di Riau dengan kon­disi musim panas dan hujan. Dimana pada musim panas ada prediksi tentang hotspot (titik api).
"Begitu ada titik api, akan ada sensor yang mem­bagi-bagi kolerasi itu dengan derajat tertinggi. Kalau setingkat 80 persen bisa diduga terjadi kebakaran. Dan ini dilihat melalui Satelit Terra dan Aqua, dengan membedakan ting­kat tem­peraturnya," je­lasnya.
Sementara itu, Plt Gu­bernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, ker­jasama Pemerintah Provinsi Riau bersama BMKG telah berjalan dengan baik. Te­rutama dalam menangani ke­bakaran lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Riau.
"Di Riau ini ada sebanyak 170 ti­tik monitor melalui BMKG, yang sangat mem­bantu kerja tim dalam me­­nangani kebakaran di wilayah Riau.
Melalui so­­sialisasi ini diharap­kan akan lebih baik lagi ker­jasama ini," kata Plt Gubri.
Bagi media sendiri kata Plt Gubri, bisa memberikan informasi kepada ma­sya­rakat, lebih baik lagi dalam bahasa BMKG. Sehingga masyarakat akan men­­dapatkan in­for­masi lebih jernih lagi, terhadap kerja yang telah dilakukan BM­KG di Provinsi Riau ini. (pbn)



Plt Gubernur Riau Beserta Forkopimda Hadiri Sosialisasi BMKG


Sigapnews.co.id | Pekanbaru - Badan Metrologi Klimatologi dan Geofisika mengadakan sosialisasi kepada Media Massa dan Stake Holder, bertempat di Ball Room Hotel Aryaduta, Selasa pagi (10/5/2016).

Sosialisasi in dihadiri Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman, Kapolda Riau Brigjen Pol Drs. Supriyanto, Danrem 031 Wirabima Brigjen TNI Nurendi, Kepala BMKG RI DR. Andi Eka Sakya, M.Eng, Kepala Stasiun BMKG Riau Sugarin, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo serta awak media.

"Provinsi Riau punya satu persepsi ilmu yang ada di BMKG terutama mengenai komunikasi. Masyarakat mendapat informasi yang akurat terhadap informasi Kimatologi dan Geofisika yang ada di Riau," ungkap Plt. Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman.

"Faktor iklim Elnino di indonesia 2015 berpengaruh dalam perubahan musim. Di lautan cina terjadi juga perubahan ikim positif dan negatif berpengaruh terhadap kebakaran hutan yang terjadi di indonesia," ujar Kepala BMKG RI DR. Andi Eka Sakya, M.Eng.

Faktor geologis di Indonesia 40 % Wilayah di Indonesia berdampak pada bencana gempa bumi dan terjadinya tsunami. Perubahan iklim yang ada di Indonesia lebih panjang periode musim panas ketimbang musim hujan.

sementara intensitas hujan yang turun banyak di karenakan jangka pendeknya perubahan  iklim tersebut. Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Tsunami, Cuaca Ekstrim dan Iklim Ekstrim.


"Diharapkan informasi cuaca yang didapat oleh BMKG bisa di informasikan secara cepat dan akurat kepada masyarakat melalui media massa yang ada di Riau," tambah Kepala BMKG RI. (Salim/Vk/tbc)






Andi Eka Sakya Ungkapkan Tantangan Terbesar BMKG




Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya memaparkan tantangan terberat lembaga pemerintah non-departemen yang berfokus menyediakan prakiraan cuara dan pengamatan iklim ini.

Kepada Aulia Bintang Pratama dari CNN Indonesia.com, Andi berbincang tentang jabatan, pekerjaan, waktu senggang, dan tantangan BMKG dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dari seluruh penjuru Indonesia. Berikut petikan wawancaranya:

Bagimana awal karir Bapak hingga menjabat sebagai Kepala BMKG?

Dulu [saya] peneliti teknik penerbangan di Serpong, namanya Laboratorium Terowongan Angin. [Kerjanya] mengecek bagaimana karakteristik take off dan landing, apakah ada terjadi sesuatu atau tidak. Sebetulnya itu pekerjaan saya yang utama selama 15 tahun.

Lalu Saya ditugaskan di Menristek, di sana bekerja lebih banyak sebagai birokrat, menata kelolakan penelitian di Indonesia.

Setelah itu dipindahtugaskan jadi Sekretaris Utama [BMKG] dan sekarang diberi tugas menjadi Kepala BMKG. 

Bagaimana cara Bapak menghabiskan waktu senggang? 

Terus terang saja, saya dulu suka tenis. Tapi sekarang sudah tidak, tak bisa melakukannya. Bukan karena tak ada waktu, tapi karena osteoporosis.

Ada cita-cita Bapak yang belum tercapai?

Sebetulnya sudah ya, saya dulu memang kepingin menjadi peneliti. Saya [ingin] bekerja di depan layar yang besar dan bisa ngatur berbagai hal: saya lihat, saya bisa ubah sana-sini. 

Saya membuat dari belum ada sampai menjadi ada. Sudah semua lah, tinggal dinikmati saja. Alhamdulillah, saya diberi tambahan amanah, disyukuri saja.

Suka duka jadi kepala BMKG dan tantangan terbesar?

Sukanya, sih senang ya, kalau dulu di lab saya itu bekerja tak lebih dengan 100 orang. Dan itu kami lakukan bersama-sama, tak bisa hanya sendiri. Jadi kami kompak sekali.

Saya bersyukur kemudian di BMKG ini ternyata saudara saya lebih dari 4.000, tepatnya 4882 orang. Ya, itu sodara semua. 

Beratnya adalah bagaimana mengajak mereka hadapi tantangan ke depan. Ini tantangannya besar sekali. Tantangan di Indonesia besar, beda dengan negara lain. Kita di khatulistiwa.

Kalau di tempat lain, di Jepang, ada JMA [Japan Meteorological Agency] yang kebetulan menyatukan Map Claim permasalahan iklim yang tak terlalu berat tapi juga geofisika. Tapi di Tiongkok, dipisahkan antara China Meteorogical Administration dengan China Earthquake Adiminstration, jarang ada badan seperti ini di Indonesia.

Diberi tugas dengan pegawai begitu banyak, dan tantangan ke depannya sangat menarik sekali, karena perkembangan teknologi ini cepat sekali. Di sana ada big data, crowd sourcing, sosial media yang sekarang harus diimplementasikan untuk menjawab tantangan masyarakat kita.

Masyarakat kita ini berkembang kebutuhannya dengan begitu cepat juga. Jadi kalau misalnya BMKG berikan prakiraan hujan di Jakarta saja, masyarakat sekarang tidak mau. Harus Jakarta pusat, Selatan, Utara, Timur, Barat. Jika dijawab, maka mereka akan bertanya Jakarta Selatan, Kebayoran, Pondok Indah, Senopati? Jika dibilang Pondok Indah, mereka masih bertanya lagi, 'jam berapa ya?'"

Bahkan mereka bertanya lebat atau tidak, berapa milimeter, prakiraan banjirnya ada atau tidak. Jadi masyarakat tambah pinter, bahkan mereka merasa seharusnya sudah tidak bertanya, di gadget harusnya ada.

Nah itu seharusnya diterjemahkan dalam bentuk pelayanan kita. Dan jgn lupa, [BMKG] ini bukan hanya di Jakarta tapi di seluruh Indonesia, dan setiap turis yang datang ke Indonesia pengennya persis seperti di rumahnya, informasi harus didapat di tv.

Mereka tanya, jika mau menyeberang dari Sorong ke Raja Ampat, gelombangnya berapa. Bayangkan di tempat kita, di Wakatobi, misalnya, [informasi] itu harus dikirimkan ke sana. Jadi kami punya moto: cepat, tepat, akurat. luas cakupannya, karena Sabang sampai Merauke, dan dipahami.

Untuk itu, teknologi mungkin masih bisa jawab. Tapi [yang perlu] dipahami adalah bagaimana membuat informasi ini, seperti di luar negeri dengan standar global. Jadi kita harus gunakan common alert protocol, sebuah standar yang bisa diterima seluruh orang di seluruh dunia, kalau kita mau berikan [tanda] merah ya merah.

Nah, ini tantangan [kita] semua, terlebih lagi ini tak mencakup hanya di Jakarta, karena di Papua juga harus ada. Yang jadi tantangan adalah bagaimana menciptakan semua itu.(ama)



Sumber : http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160430221117-75-127761/andi-eka-sakya-ungkapkan-tantangan-terbesar-bmkg/ , , CNN Indonesia , Minggu, 01/05/2016 05:25 WIB