http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

Wednesday, October 5, 2016

SIKAP Menjaga Akurasi Prakiraan BMKG



Oleh
Regina Yulia Yasmin dan Andi Eka Sakya



Pada 18 Februari 2014, Gunung Kelud dilanda banjir lahar dingin setelah meletus (13 Februari) sekitar pukul 23.00 WIB. Beberapa alat berat digunakan untuk membersihkan abu turut terseret derasnya arus banjir lahar dingin. Prakiraan hujan lebat di sekitar Gunung Kelud dan dampak banjir lahar dingin disampaikan oleh BMKG sejak satu hari setelah letusan. Informasi disampaikan melalui media elektronik maupun pada pertemuan resmi di tingkat pusat/daerah. Tidak ada korban yang terjadi, walaupun banjir lahar terjadi.

Informasi potensi banjir dikembangkan dari prakiraan hujan lebat yang diolah dari berbagai data (setelah mengumpulkan pengamatan dengan sejumlah peralatan, baik di permukaan maupun berdasarkan penginderaan jauh. Hasil pengolahan, berupa informasi potensi hujan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk probabilitas, waktu, lokasi dan intensitasnya, berdasarkan data bisa dengan cepat dapat diolah dan diperoleh. Informasi peluang dan prakiraan intensitasnya disebarkan dalam waktu 12, 6, 3 dan 1 jam sebelum terjadinya. Semakin pendek jarak waktu prakiraan, semakin besar peluang ketepatannya. 

Peralatan pengamatan cukup banyak. BMKG saja memiliki lebih dari 150 taman alat, yang dilengkapi alat ukur: suhu, kecepatan dan arah angin, tekanan udara, kelembaban, curah hujan, radiasi matahari. Belum lagi ada pengukur suhu kering dan suhu basah. Saat ini terdapat 40 radar cuaca di seluruh Indonesia. Jangan dibandingkan dengan Tiongkok yang mempu-nyai 181, Jepang 20, atau Australia 58. Itu hanya untuk keperluan prakiraan cuaca. Masih ada lagi satelit. Juga balon yang memuat sensor arah dan kecepatan angin, suhu, yang diluncurkan, paling tidak, setiap hari dua kali, pagi dan sore. Di beberapa stasiun pengamatan, dilengkapi pula seismograf dan pengukur medan magnet, bahkan juga geo-magnet untuk mengamati precursor gempa bumi. 

Pentingnya instrumen dan metode observasi dalam membuat prakiraan cuaca, untuk keselamatan hidup, perlindungan aset dan lingkungan, tidak dapat disangkal. Untuk membuat prakiraan cuaca yang efektif dan tepat waktu, sangat penting untuk mendapatkan data akurat dari berbagai parameter cuaca yang tersedia. Hal ini dapat dicapai melalui pemantauan cuaca menggunakan instrumen dan peralatan yang handal dan memiliki penyimpangan pembacaan minimal. Untuk itu diperlukan pemeliharaan rutin dan kalibrasi instrumen meteorologi, standardisasi instrumen meteorologi, perbandingan instrumen internasional dan evaluasi, dan pelatihan instrumen ahli.

Peralatan pengamatan cuaca harus laik operasi dan tepat hasil angka ukurnya. Selisih yang kecil saja, akan sangat berpengaruh pada ketepatan hasil olahan informasinya. Untuk memastikan bahwa nilai terukur (standar) menunjukan nilai yang akurat, setiap kali, secara periodik perlu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi. 

Pemakaian radar cuaca untuk pengamatan awan dan potensi curah hujan, saat ini sudah menjadi jamak. Seiring dengan semakin canggih dan kompleknya peralatan, pemeliharaan dan kalibrasi "terpaksa" harus dilakukan bersamaan. Bagi Indonesia, kebutuhan radar yang dapat "menyatukan dan memadukan" gambaran perkembangan dan dinamika perawanan, tidak saja akan sangat membantu, tetapi sebaliknya diperlukan cukup banyak. Problem pemeliharaan dan kalibrasi ini akan menjadi "tambahan" persoalan yang harus diselesaikan.

Catatan WMO atas hasil survei yang dilakukan oleh Oguzhan Sireci (2011), menunjukan bahwa upaya pemeliharaan preventif menjadi upaya yang umum dilakukan, baik per bulan (19%) maupun setiap 3 bulan (19%). Di lain pihak, melakukan pemeliharaan regular setiap 6 bulan (15%), dan 9% setiap tahunnya. Beberapa lembaga melakukan tiap 2 minggu (8%), bahkan ada pula yang melakukan pemeliharaan dan kalibrasi setiap minggu sekali (7%). Namun demikian, 23% dari pengguna radar cuaca justru tidak pernah melakukan, pemeliharaan pemeliharaan preventif maupun reguler.


Lebih jauh, pemeliharaan dilakukan sendiri (61%) sedangkan 21% diserahkan kepada perusahaan lokal atau pabrikan (4%) (Sireci, WMO,2011). Dalam hal dilakukan sendiri, pada umumnyadukungan diperoleh dari dari pabrikan. persoalan SDM merupakan hal yang biasa ditemui untuk alat-alat yang semakin kompleks. Karena, seperti radar cuaca, misalnya mensyaratkan keahlian dan keterampilan khusus.

Pelaksanaan kalibrasi menjadi permasalahan tersendiri saat dihadapkan pada jumlah peralatan pengamatan yang banyak dan berada di lokasi yang berbeda-beda. Bisa dibayangkan jika alat pengukur curah hujan saja berjumlah lebih dari 5.000 buah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Belum lagi di tambah dengan 250 buah Automatic Weather Station, 264 seismograph dan lebih dari 120 taman alat yang memuat alat ukur 7 parameter cuaca dan iklim. Pengaturan perlu dilakukan, baik petugasnya, peralatan kalibratornya, periodisitas kalibrasinya, dan pendokumentasiannya agar tetap bisa tertelusur.

Tidak bisa disangkal, negara seperti Indonesia yang terdiri dari kepulauan dan dipisahkan oleh lautan yang sifatnya rentan terhadap bencana mensyaratkan penempatan peralatan secara tersebar, mulai dari perkotaan, hingga pelosok daerah, pantai maupun pegunungan. Untuk menunjang kegiatan operasional dan pengambilan keputusan strategis maka diperlukan manajemen yang mengelola peralatan dan suku cadang, sumber daya manusia dan pengembangannya. Manajemen peralatan terintegrasi dengan manajemen sumber daya manusia, dan manajemen inventarisasi suku cadang. Untuk mempermudah pengelolaan dan pengambilan data, keseluruhan informasi diintegrasikan dalam Sistem Informasi Kalibrasi dan Pemeliharaan (SIKAP) yang dibangun dengan basis web.

Gagasan yang melandasi dikembangkannya SIKAP ditunjukan untuk : (1) meningkatkan efisiensi dan menekan biaya operasional; (2) menyediakan informasi yang lengkap, teliti dan tepat-waktu untuk keperluan pemeliharaan dan kalibrasi; (3) membantu perencanaan, pelaksanaan dan monitoring proses pemeliharaan dan kalibrasi; (4) menyederhanakan kompleksitas pelaksanaan, serta status pemeliharaan dan kalibrasi, terutama untuk kuantitas yang banyak dan variatifnya peralatan; (5) mempercepat proses pembuatan pelaporan status pelaksanaan pemeliharaan dan kalibrasi; (6) memfasilitasi persiapan dan penyiapan dukungan logistik pelaksanaan pemeliharaan dan kalibrasi; dan (7) membantu pemetaan, perencanaan pemenuhan kebutuhan SDM di sisi jumlah dan kompetensi yang diperlukan serta rewarding SDM.

SIKAP diharapkan memberikan gambar secara real time yang akurat mengenai pemeliharaan dan kalibrasi peralatan, suku cadang serta dukungan sumber daya manusia; mempermudah pengelolaan peralatan dan  suku cadang secara efektif dan efisien, memberikan laporan dashboard yang terintegrasi untuk memudahkan pengambilan keputusan.



Regina Yulia Yasmin adalah peneliti BMKG
Andi Eka Sakya adalah Kepala BMKG



Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 58 / Oktober 2016 Hal 81