http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

http://www.andiekasakya.blogspot.com/

Wednesday, September 7, 2016

BMKG dan BNPB Gelar Indian Ocean Wave Exercise 2016 Untuk Kesiapan Menghadapi Tsunami di Samudera Hindia


Negara-negara di kawasan Samudra Hindia kembali menguji coba sistem peringatan dini tsunami, Rabu (7/9), dengan skenario gempa berkekuatan 9,2 di zona Megathrust Kepulauan Mentawai.
Simulasi yang dinamakan Indian Ocean Wave Tsunami Exercise 2016 (IOWAVE16) merupakan agenda dua tahunan dari negara-negara berpotensi terdampak tsunami di Samudra Hindia sebagai respon atas banyaknya korban jiwa saat tsunami Aceh 26 Desember 2004.
“BMKG hari ini menggelar Indian Ocean Wave Exercise (IOWAVE16), yang merupakan program gladi berkala dua tahunan ICG/IOTWS – Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami untuk negara-negara di Samudera Hindia. Gladi berkala ini telah dilakukan sejak 2009. Gladi pada tahun 2016 ini sekaligus menjadi salah satu bentuk sumbangsih Indonesia dalam menyambut Hari Kesiapsiagaan Tsunami Dunia (World Tsunami Awareness Day),” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya dalam pres rilisnya pagi ini di Jakarta.
Pada kegiatan IOWAVE16 ini, BMKG sebagai penyedia peringatan dini tsunami (Tsunami Service Provider) akan mendiseminasikan peringatan dini tsunami ke National Tsunami Warning Center (NTWC) di 24 negara Samudera Hindia, untuk diteruskan kepada badan-badan penanggulangan bencana / Disaster Management Offices (DMO).
IOWAVE16 Indonesia yang digelar bersama BNPB pagi ini, dengan bantuan teknis dari UNESCO Jakarta dan dukungan komunikasi strategis dari UN ESCAP serta didukung oleh pemerintah Jepang. Gelar ini akan menjadi masukan berharga bagi proposal perbaikan Tsunami Masterplan Indonesia yaitu penyusunan agenda Indonesia dalam perbaikan sistem penanggulanan bencana Tsunami di kawasan Samudera Hindia, baik melalui Konferensi Tingkat Menteri tentang Penanggulangan Bencana di New Delhi, Konferensi Internasional tentang Tsunami Ready dengan UNESCO, ataupun wahana regional UNESCAP.
Deputi Bidang Geofisika BMKG Masturyono mengatakan, peran Indonesia sebagai salah satu Tsunami Service Providers (TSPs), atau penyedia informasi Tsunami di Samudera Hindia bersama Australia dan India, akan semakin penting dengan ditetapkannya BMKG menjadi tuan rumah dari Indian Ocean Tsunami Information Centre (IOTIC) yang dibentuk sebagai pusat informasi Tsunami, kesiapsiagaan, pendidikan dan penguatan kapasitas di kawasan Samudera Hindia oleh IOC/UNESCO.
Pada tingkat nasional, BMKG dalam perannya sebagai NTWC, akan menyebarkan peringatan dini tsunami kepada para pemangku kepentingan untuk diteruskan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk memvalidasi rantai informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami mulai dari diseminasi, pemahaman produk dan moda komunikasi, serta melatih kesiapsiagaan daerah dan masyarakat, dalam mengantisipasi Tsunami dan menguji prosedur tetap melalui Tabletop Exercise dan Tsunami Drill”, tambahnya.
Menurut Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Mochammad Riyadi, IOWAVE16 merupakan simulasi ke-4 yang pernah diikuti Indonesia. Gladi IOWAVE16 dilakukan berdasarkan skenario gempabumi berkekuatan 9,2 di barat daya Sumatera yang terjadi pada pukul 10.00 WIB, 7 September 2016. IOWAVE16 digelar melibatkan lebih dari 3.000 orang dari berbagai unsur masyarakat, di Padang, Pangandaran, Pandeglang dan Pacitan. Dengan sekenario kekuatan gempa sebesar itu dianggap paling mungkin berdampak besar bagi Indonesia dan negara-negara yang berhadapan dengan Samudera Hindia.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, dengan melakukan pemodelan, kita mengetahui wilayah-wilayah Indonesia yang akan terdampak tsunami seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, NTB dan NTT. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa hampir seluruh pantai negara di Samudera Hindia terdampak tsunami meskipun dengan ketinggian bervariasi. Sejumlah wilayah yang berpotensi terdampak tsunami merusak adalah sepanjang pantai barat Sumatera, Sri Lanka, India bagian selatan, Maladewa, dan Madagaskar bagian tenggara.
Hingga kini, salah satu wilayah yang dikhawatirkan akan terjadi gempa besar adalah Kepulaun Mentawai di Sumatera Barat. Pelatihan rutin IOWAVE sangat penting dan harus terus dilakukan, mengingat kejadian tsunami besar dan merusak relatif jarang, tetapi jika terjadi potensi korban jiwa yang ditimbulkan bisa sangat besar.***




Friday, September 2, 2016

Waspadai Banjir Menjelang Akhir Tahun


Sebagian wilayah Indonesia semakin sering diguyur hujan deras sejak Agustus. Masyarakat perlu waspada terhadap banjir dan tanah longsor, seiring meningkatnya intensitas dan curah hujan menjelang akhir tahun.
Sejumlah Daerah di Indonesia rawan mengalami bencana banjir dan tanah longsor saat musim hujan, ketika intensitas dan curah hujan melebihi ambang normal. BMKG memprakirakan hujan deras akan semakin sering mengguyur sebagian wilayah Tanah Air, hingga awal 2017
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengatakan sejumlah wilayah di Indonesia mengalami awal musim hujan periode 2016/2017 pada Agustus-November. “Hujan yang terus mengguyur sejumlah wilayah, bahkan sejak memasuki 2016, mempertegas terjadinya kemarau basah tahun ini. Wilayah tersebut, sampai Agustus pun belum mengalami kemarau, meskipun pada periode itu adalah musim kemarau. Di sisi lain, Agustus hingga November sebagian besar wilayah Indonesia sudah masuk awal musim hujan 2016/2017. Melihat tren dan data dari berbagai pengamatan, kami mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi bencana banjir dan longsor,” kata Andi kepada Majalah Sains Indonesia. 
Andi menjelaskan, tahun ini kondisi iklim di Indonesia akan dipengaruhi oleh fenomena La Nina, yang muncul mengikuti peristiwa El Nino kuat di 2015.  Saat dilanda El Nino, Indonesia mengalami musim kemarau yang lebih panjang. Kondisi itu berdampak pada kekeringan di sejumlah daerah di Tanah Air dan meningkatnya sebaran titik panas (hot spot) di Sumatra dan Kalimantan, sehingga kebakaran hutan/lahan dan bencana asap terjadi cukup parah tahun lalu. Sedangkan, La Nina akan mempengaruhi terjadinya hujan sepanjang musim kemarau sehingga dikenal sebagai kemarau basah (wet spell). 
Saat terjadi La Nina juga akan muncul fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif, yang memengaruhi kondisi suhu muka laut di sebagian wilayah Indonesia, seperti di bagian barat Sumatra, lebih hangat dari suhu muka laut di Pantai Timur Afrika. Kondisi ini berpengaruh pada meningkatnya pasokan uap air sehingga menyebabkan curah hujan meningkat, teruta-ma di wilayah Indonesia bagian barat. Hujan akan terjadi dengan intensitas dan curah yang tinggi. 
“Melihat data yang ada, dalam 50 tahun terakhir, El Nino kuat akan diikuti munculnya La Nina. Prakiraannya, tahun ini La Nina muncul Juni-September, dengan kategori lemah. Sebagian lembaga internasional juga ada yang memprediksi La Nina muncul Agustus-Oktober. Kami ingin mengingatkan lagi, dengan kondisi iklim ini, hujan berpeluang sering terjadi dengan sifat di atas normal (curah hujan tinggi). Dengan menyampaikan peringatan dini, kami berharap masyarakat dan semua instansi terutama peme-rintah daerah lebih siap mengantisipasi potensi bencana,” kata Andi.           
Respons Minimalkan Bencana 
Kepala Bidang Informasi Iklim BMKG, Evi Lutfiati, menjelaskan kondisi IOD (negatif) diprediksi menguat pada Juli hingga September. Kondisi ini memicu bertambahnya potensi hujan di atas normal pada periode musim kemarau 2016, terutama pada Juli, Agustus, dan September. Wilayah yang mengalami itu antara lain Sumatra Utara bagian barat, Sumatra Barat bagian barat, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa bagian barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua. 
"Sampai September, intensitas La Nina diprediksi masih lemah. Tapi, fenomena yang mempengaruhi terjadinya curah hujan tinggi ini akan berlanjut dan berpeluang menguat sampai 2017. Agustus ini, sebagian sumatra, terutama Riau intensitas hujannya rendah dan sifat (curah) hujan juga di bawah normal, namun mulai September di prakirakan hujan akan meningkat. Meskipun berpeluang hujan meningkat, tetap perlu diwaspadai untuk munculnya  hot spot di Sumatra. Sedangkan, untuk wilayah yang mulai masuk musim hujan dan akan semakin sering di guyur hujan setidaknya sampai awal 2017, agar waspada bencana banjir dan tanah longsor", kata Evi kepada Majalah Sains Indonesia.

Andi Eka Sakya menambahkan, dengan informasi dan peringatan dini yang disampaikan diharapkan dapat meminimalkan potensi bencana yang terjadi. Menurut Andi, kini beberapa instansi (kementerian) dan bahkan Pemda sudah sigap menanggapi informasi yang dirilis BMKG. Bahkan, sejumlah menteri dan gubernur justru berinisiatif sendiri meminta data kepada BMKG, sebagai acuan mengambil langkah cepat dan kebijakan menyikapi kondisi iklim saat ini.
"Misalnya, di Riau. Sekarang ini Pemda sudah lebih aktif bertanya dan segera melakukan langkah antisipasi untuk mengatasi hot spot. Kita lihat, tahun ini hot spot tidak separah sebelumnya. Contoh lain Jawa Tengah, ketika gubernur cepat merespon informasi terkait longsor di Karanganyar. Pada waktu itu Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah) langsung meminta penduduk agar direlokasi, dan semua mengikuti imbauan tersebut sehingga ketika terjadi bencana tidak ada korban. Jadi, secepat apapun informasi dan peringatan dini yang di sampaikan, tidak akan ada artinya, bila tidak di respon dan tidak disikapi dengan kebijakan tepat. Yang harus merespon bukan hanya pengambil kebijakan, tetapi juga masyarakat. Sebab, kebijakan yang dimaksud untuk meminimalkan bencana pun tidak akan ada manfaatnya bila tidak dilakukan di lapangan," katanya.
Andi juga menuturkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bahkan mendapat penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), karena kesigapan mengantisipasi bencana tanah longsor di karanganyar. Namun sayang, keberhasilan itu tidak serta merta membuat masyarakat memahami pentingnya informasi dan peringatan dini. Misalnya, untuk kejadian longsor di di Purworejo, disayangkan, karena imbauan gibernur agar masyarakat di relokasi tidak didengar sehingga bencana menimbulkan banyak korban. 
"Antisipasi menanggapi bencana memang masih perlu ditingkatkan, agar masyarakat lebih memahami ancaman dan potensi bencana yang berbeda-beda di setiap daerah," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.


Henny Ariesta Diana


Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 57, September 2016, Hal : 51-53




Fenomena Gelombang Tinggi dan Banjir Rob di Pesisir Indonesia


 Oleh : Andri Ramdhani, Andi Eka Sakya, 
Roni Kurniawan, dan Bayu Edo Pratama



Gelombang pasang air laut 7–10 Juni 2016 menyebabkan sejumlah wilayah pesisir Indonesia mengalami banjir rob. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan sejumlah wilayah pesisir mengalami banjir rob akibat laut pasang, me-nimbulkan kerugian dan gangguan terhadap aktivitas masyarakat di wilayah pesisir barat Sumatra, pantai utara (Pantura) Jawa, pantai selatan Jawa hingga Bali.

Terdapat beberapa istilah di masyarakat dalam menyebutkan banjir pantai ini, di antaranya adalah banjir rob, banjir pesisir, banjir pantai dan gelombang pasang. World Meteorological Organization (WMO) menamakan fenomena ini dengan sebutan coastal inundation yaitu banjir atau genangan di pantai akibat faktor meteorologi, hidrologi, dan oseanografi. 

Masyakarat pesisir di Pantura lebih mengenal fenomena ini dengan sebutan banjir rob. Istilah ini digunakan untuk membedakan banjir yang berasal dari laut dengan banjir dari luapan sungai akibat peningkatan adanya curah hujan. Berbeda halnya dengan masyarakat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa hingga Nusa Teng-gara Timur (NTT), mereka menyebutnya seba-gai gelombang pasang. 

Kejadian ini sangat menarik untuk dikaji sebagai evaluasi dan mitigasi ke depan. Pada periode tersebut juga terjadi peningkatan tinggi muka air laut yang menggenang beberapa pantai di Pantura dan pantai selatan Jawa. Analisis awal menunjukkan bahwa saat itu merupakan awal bulan baru yaitu posisi matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis lurus. Kondisi konjunsi ini  menyebabkan pasang naik yang sangat tinggi dan pasang surut yang sangat rendah. Gejala alam seperti ini, pasang naik atau turun pada saat terjadinya konjungsi disebut spring tide. Kejadian ini merupakan siklus bulan-an yang normal terjadi setiap bulannya, walaupun tidak setiap saat terjadi konjungsi. 

Kenaikan tinggi muka air laut yang terajdi pada tanggal 7 – 10 Juni 2016 dapat dilihat dengan adanya anomali positif tinggi permukaan air laut (Sea Surface Height, SSH) di bebe-rapa wilayah perairan Indonesia. Variasi kenaikannya sekitar 20 – 30 cm, antara lain di Perairan barat Sumatra, Selat Malaka bagian tengah, Perairan Pantura Jawa, Perairan selatan Jawa, dan Perairan selatan Bali.

Time-series TML di pantai Utara dan selatan Pulau Lombok dan Sumbawa

Tren kenaikan SSH ini diduga juga berhubungan dengan ENSO, El Nino dan La Nina yang mempengaruhi karakteristik tinggi muka laut (TML). Berdasarkan time-series TML dari tahun 1993 sampai 2008 terlihat bahwa pada saat terjadi El Nino, TML akan terdepresi sebesar 20 cm di bawah normal. Sebaiknya, pada periode La Nina akan ter-elevasi sebesar 10-20 cm (Sofian, 2008).

Kenaikan TML saat transisi El Nino dan La Nina disebabkan penguatan trade wind di Samudra Pasifik yang membawa masa air dari Pasifik Timur di sekitar Peru ke daerah Perairan Indonesia yang ditandai dengan perpindahan kolam air hangat (warm pool) dari Pasifik Tengah ke Perairan Indonesia. Kondisi ini menyebabkan naiknya tinggi muka air laut di perairan Indonesia. Kombinasi fenomena astronomis dan meteorologis menjadi pemicu pasang tinggi dengan anomaly positif tinggi muka air laut di beberapa perairan Indonesia dan menyebabkan bencana banjir rob pada 7-10 Juni 2016. Pada periode itu juga terjadi gelombang pasang di pesisir pantai selatan Jawa.

Angin Permukaan tanggal 7 Juni 2016 jam 12 UTC
(BMKG, http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php).

Dari pola tekanan udara terlihat adanya pusat tekanan tinggi sub tropis (mascarene high) di sekitar 300 LS Samudra Hindia di sebelah Barat Australia. Fenomena ini terjadi bulan Juni – September. Pusat tekanan tinggi mencapai 1029 Hpa terpantau sejak 7 Juni 2016 dengan tren menguat dan cenderung bergerak ke arah timur di sebelah selatan jawa. Di sekitarnya terpantau angina permukaan 25-30 knot. Sedangkan, kecepatan angina di selatan jawa saat itu di dominasi angin timur – tenggara dengan kecepatan 5-10 knot.

Tinggi Gelombang signifikan tanggal 8 Juni 2016
(model gelombang Ina-Waves BMKG,
http://peta-maritim.bmkg.go.id/2.0/peta_interaktif.php).

Kemunculan mascarene high di sebelah barat Australia memicu angina kencang dan tinggi gelombang 6-8 m. Simulasi model numerik Ina-Waves BMKG 8 Juni 2016 menunjukan tinggi gelombang signifikasi di pesisir selatan Jawa bervariasi antara 4-5 meter. Terlebih lagi, terlihat bahwa gelombang ekstrem yang terjadi di selatan Jawa tersebut lebih didominasi oleh alun atau swell dibandingkan dengan ombak atau windsea.

Tinggi gelombang laut yang bervariasi di picu oleh mascarane high dan bersuperposisi dengan pasang tertinggi serta anomaly tinggi muka laut hingga 30cm memicu terjadinya bencana storm tide di pesisir pantai selatan jawa, Bali dan NTB. Kondisi ini berdampak lebih buruk bagi masyarakat pesisir selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dibandingkan banjir rob di pesisir utara jawa.

Berdasarkan hasil simulasi numerik tinggi gelombang, BMKG merilis peringatan dini gelombang tinggi dan banjir rob sejak jauh hari. Kewaspadaan dini diperlukan untuk memitigasi kerugian dan korban yang mungkin terjadi akibat “bencana” gelombang tinggi, tidak saja bagi nelayan pencarian ikan, tetapi juga kegiatan wisata pantai, distribusi logistic antarpulau, dan transportasi laut.

Andri Ramdhani, Roni Kurniawan,
dan Bayu Edo Pratama adalah peneliti BMKG.
Andi Eka Sakya, adalah Kepala BMKG.



Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 57, September 2016, Hal: 67-69