Friday, September 2, 2016

Waspadai Banjir Menjelang Akhir Tahun


Sebagian wilayah Indonesia semakin sering diguyur hujan deras sejak Agustus. Masyarakat perlu waspada terhadap banjir dan tanah longsor, seiring meningkatnya intensitas dan curah hujan menjelang akhir tahun.
Sejumlah Daerah di Indonesia rawan mengalami bencana banjir dan tanah longsor saat musim hujan, ketika intensitas dan curah hujan melebihi ambang normal. BMKG memprakirakan hujan deras akan semakin sering mengguyur sebagian wilayah Tanah Air, hingga awal 2017
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengatakan sejumlah wilayah di Indonesia mengalami awal musim hujan periode 2016/2017 pada Agustus-November. “Hujan yang terus mengguyur sejumlah wilayah, bahkan sejak memasuki 2016, mempertegas terjadinya kemarau basah tahun ini. Wilayah tersebut, sampai Agustus pun belum mengalami kemarau, meskipun pada periode itu adalah musim kemarau. Di sisi lain, Agustus hingga November sebagian besar wilayah Indonesia sudah masuk awal musim hujan 2016/2017. Melihat tren dan data dari berbagai pengamatan, kami mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi bencana banjir dan longsor,” kata Andi kepada Majalah Sains Indonesia. 
Andi menjelaskan, tahun ini kondisi iklim di Indonesia akan dipengaruhi oleh fenomena La Nina, yang muncul mengikuti peristiwa El Nino kuat di 2015.  Saat dilanda El Nino, Indonesia mengalami musim kemarau yang lebih panjang. Kondisi itu berdampak pada kekeringan di sejumlah daerah di Tanah Air dan meningkatnya sebaran titik panas (hot spot) di Sumatra dan Kalimantan, sehingga kebakaran hutan/lahan dan bencana asap terjadi cukup parah tahun lalu. Sedangkan, La Nina akan mempengaruhi terjadinya hujan sepanjang musim kemarau sehingga dikenal sebagai kemarau basah (wet spell). 
Saat terjadi La Nina juga akan muncul fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif, yang memengaruhi kondisi suhu muka laut di sebagian wilayah Indonesia, seperti di bagian barat Sumatra, lebih hangat dari suhu muka laut di Pantai Timur Afrika. Kondisi ini berpengaruh pada meningkatnya pasokan uap air sehingga menyebabkan curah hujan meningkat, teruta-ma di wilayah Indonesia bagian barat. Hujan akan terjadi dengan intensitas dan curah yang tinggi. 
“Melihat data yang ada, dalam 50 tahun terakhir, El Nino kuat akan diikuti munculnya La Nina. Prakiraannya, tahun ini La Nina muncul Juni-September, dengan kategori lemah. Sebagian lembaga internasional juga ada yang memprediksi La Nina muncul Agustus-Oktober. Kami ingin mengingatkan lagi, dengan kondisi iklim ini, hujan berpeluang sering terjadi dengan sifat di atas normal (curah hujan tinggi). Dengan menyampaikan peringatan dini, kami berharap masyarakat dan semua instansi terutama peme-rintah daerah lebih siap mengantisipasi potensi bencana,” kata Andi.           
Respons Minimalkan Bencana 
Kepala Bidang Informasi Iklim BMKG, Evi Lutfiati, menjelaskan kondisi IOD (negatif) diprediksi menguat pada Juli hingga September. Kondisi ini memicu bertambahnya potensi hujan di atas normal pada periode musim kemarau 2016, terutama pada Juli, Agustus, dan September. Wilayah yang mengalami itu antara lain Sumatra Utara bagian barat, Sumatra Barat bagian barat, Sumatra Selatan, Lampung, Jawa bagian barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua. 
"Sampai September, intensitas La Nina diprediksi masih lemah. Tapi, fenomena yang mempengaruhi terjadinya curah hujan tinggi ini akan berlanjut dan berpeluang menguat sampai 2017. Agustus ini, sebagian sumatra, terutama Riau intensitas hujannya rendah dan sifat (curah) hujan juga di bawah normal, namun mulai September di prakirakan hujan akan meningkat. Meskipun berpeluang hujan meningkat, tetap perlu diwaspadai untuk munculnya  hot spot di Sumatra. Sedangkan, untuk wilayah yang mulai masuk musim hujan dan akan semakin sering di guyur hujan setidaknya sampai awal 2017, agar waspada bencana banjir dan tanah longsor", kata Evi kepada Majalah Sains Indonesia.

Andi Eka Sakya menambahkan, dengan informasi dan peringatan dini yang disampaikan diharapkan dapat meminimalkan potensi bencana yang terjadi. Menurut Andi, kini beberapa instansi (kementerian) dan bahkan Pemda sudah sigap menanggapi informasi yang dirilis BMKG. Bahkan, sejumlah menteri dan gubernur justru berinisiatif sendiri meminta data kepada BMKG, sebagai acuan mengambil langkah cepat dan kebijakan menyikapi kondisi iklim saat ini.
"Misalnya, di Riau. Sekarang ini Pemda sudah lebih aktif bertanya dan segera melakukan langkah antisipasi untuk mengatasi hot spot. Kita lihat, tahun ini hot spot tidak separah sebelumnya. Contoh lain Jawa Tengah, ketika gubernur cepat merespon informasi terkait longsor di Karanganyar. Pada waktu itu Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah) langsung meminta penduduk agar direlokasi, dan semua mengikuti imbauan tersebut sehingga ketika terjadi bencana tidak ada korban. Jadi, secepat apapun informasi dan peringatan dini yang di sampaikan, tidak akan ada artinya, bila tidak di respon dan tidak disikapi dengan kebijakan tepat. Yang harus merespon bukan hanya pengambil kebijakan, tetapi juga masyarakat. Sebab, kebijakan yang dimaksud untuk meminimalkan bencana pun tidak akan ada manfaatnya bila tidak dilakukan di lapangan," katanya.
Andi juga menuturkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bahkan mendapat penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), karena kesigapan mengantisipasi bencana tanah longsor di karanganyar. Namun sayang, keberhasilan itu tidak serta merta membuat masyarakat memahami pentingnya informasi dan peringatan dini. Misalnya, untuk kejadian longsor di di Purworejo, disayangkan, karena imbauan gibernur agar masyarakat di relokasi tidak didengar sehingga bencana menimbulkan banyak korban. 
"Antisipasi menanggapi bencana memang masih perlu ditingkatkan, agar masyarakat lebih memahami ancaman dan potensi bencana yang berbeda-beda di setiap daerah," kata Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.


Henny Ariesta Diana


Sumber : Majalah Sains Indonesia Edisi 57, September 2016, Hal : 51-53




0 comments: