JAKARTA (SK) – Fasilitas deteksi
bencana milik Indonesia yang dioperasikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan
Geofisika (BMKG) harus memiliki kekhasan, dengan memperhatikan alam Indonesia.
Hal
itu dikemukakan peneliti asal Korea Selatan, Hak Soo Kim, usai kunjungan kerja
bersama peneliti lain dari 16 negara ke kantor BMKG, Jakarta, Rabu (9/12).
Dengan
demikian, lanjut Hak Soo Kim, kecanggihan alat tersebut tidak bisa dibandingkan
dengan milik Korea. Bahkan dengan negara mana pun di dunia.
“Korsel
pernah memakai teknologi deteksi bencana, cuaca, dan iklim buatan Jepang.
Namun, alat tersebut tidak dapat digunakan secara optimal di Korsel. Teknologi
impor itu akhirnya harus dimodifikasi ulang, sesuai dengan karakteristik alam
Korea,” ujar Kim yang juga co-Chair of International Organizing
Committee/Fellow of Korean Academy of Science and Technology.
Ditambahkan,
Indonesia merupakan negara yang sangat luas, tetapi memiliki fasilitas deteksi
cuaca, iklim, dan bencana yang memuaskan.
Hal
itu perlu dipertahankan guna kemaslahatan masyarakat, terutama informasi
tentang kebencanaan.
Sementara
itu, Manoj Kumar Patairiya, additional Director General of Broadcasting
Corporation in India, mengutarakan, peralatan yang dimiliki BMKG sudah sangat
canggih.
“Baru
saja ada gempa besar di India. Saya mendapat informasi pertama soal gempa itu
dari BMKG. Ini menandakan BMKG punya peralatan canggih,” kata Manoj.
Hak
Soo Kim dan Manoj Kumar adalah peserta workshop SHER (Science, Health,
Environtment and Risk) yang diselenggarakan Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti.
Kepala
BMKG, Andi Eka Sakya mengatakan, tingkat akurasi prakiraan cuaca dan iklim oleh
lembaganya berada di level 75-80 persen. Data tersebut dinilainya sudah relatif
cukup bagus.
“Akurasi
prakiraan sebesar 75-80 persen ini sesuai dengan standar World Meteorological
Organisation (WMO). Untuk meningkatkan akurasi hingga menjadi 90 persen masih
terbilang sulit.
“Kami
memiliki 35 radar di seluruh Indonesia. Kami juga dibantu satelit dari Jepang,
NASA, Tiongkok, dan Korea. Dengan begitu, ada 179 stasiun dan ribuan pengukur
hujan. Semakin rapat ketelitiannya, semakin bagus,” ucapnya.
Indonesia,
lanjut Andi sakya, memiliki karakter iklim dan cuaca yang cenderung berbeda
dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara maju.
“Interaksi
lautan di atmosfer kita lebih kompleks dibanding negara daratan, termasuk
Kanada, Amerika Serikat, atau Finlandia, yang cenderung dekat dengan utara atau
jauh dari khatulistiwa,” katanya. (dwi)
Sumber : http://www.suarakarya.id/2015/12/11/spesifikasi-alat-harus-sesuai-alam-indonesia.html | 11 Desember 2015
0 comments:
Post a Comment