Wednesday, September 14, 2011

Innovalentine

Coklat! Romantisme pasangan muda! Tawaran itu yang ada di berbagai toko, supermall, restaurant dan berbagai tempat. Kemeriahan romantisme merupakan gambaran hari Valentine. Pembaca dapat melihat coklat yang dijual dalam berbagai bentuk sebagai representasi romantisme tersebut. Ada yang gambar hati (klasik), ada yang dihiasi dengan warna-warna global dengan tambahan asesoris yang menarik. Lomba "berhias coklat", itulah yang terjadi. Konsumen dihadapkan pada berbagai pilihan. Laku tidaknya coklat-coklat valentine, akan sangat ditentukan oleh kreatifitas pembuatnya. Tidak hanya coklat. Bahkan, tempat-tempat entertainment juga menawarkan layanan yang dikaitkan dengan valentine. Tak lain dan tak bukan: pelayanan prima dengan sentuhan romantisme dan coklat di dalamnya.
Tawaran atau bentuk-bentuk pelayanan tersebut tidak mucul begitu saja. Kemasan layanan itu merupakan hasil pemikiran kelompok kreatif di belakang layar yang tidak kasat mata oleh para tamu. Tim kreatif yang bekerja untuk selalu mencari sesuatu yang baru. Dari perspektif inovasi, valentine menjadi ajang persaingan kreatifitas. Valentine menjadi lapangan meriah untuk menguji daya saing inovasi coklat-coklat yang ditawarkan. Valentine manifestasi lahan uji kedigdayaan hasil inovasi di pasar terbuka.
Banyak orang berpikir bahwa inovasi dan kreatifitas hanya milik mereka yang berbakat. Salah! Keterjebakan ini sering terjadi pada para pengekor market leader. Ini disebabkan oleh kebanyakan individu yang berkeinginan untuk hanya "meniru" secara persis apa saja yang dilakukan oleh mereka yang berhasil. Memang sih, tidak ada salahnya. Cuman, orang sering lupa, bahwa kondisi intrinsik yang dipunyai dan dihadapi pencetus gagasan berbeda dengan kondisi lingkungan kita.
Menghadapi halangan-halangan untuk menemukan gagasan, banyak orang yang kemudian mundur. Pada hal, setiap kali kita menemui kendala, justru pada saat itulah mulai tumbuh harapan baru, seperti kata Joseph Cambell - seorang penulis - mengataka : "Where you stumble, there your treasure lies".
Kreatifitas dapat dipelajari. Setiap orang, sesungguhnya, dapat meningkatkan daya kreatifitasnya. Untuk menjadi kreatif, seseorang harus berani untuk terbuka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap dirinya. Dalam bahasa yang lebih gaul, "pdkt"-nya harus diubah. Cari sesuatu yang tidak atau belum pernah dilakukan orang lain. Untuk menemukan sesuatu yang bener-bener baru dan laku, tentu saja sulit. Oleh karenanya, Chan Bok -penulis buku The Idea Processor- menulis bahwa: "Looking at the brain's structure of axon and neurons, one can imagine that new ideas are combinations of existing ones". Hal ini dilakukan oleh Jepang, dengan konsep 3A-nya: Adopt, Adapt, Adjust. Awalnya mulai di "ambil", disesuaikan dengan keperluan setempat, dan baru kemudian diubah untuk dikembangkan. Di Indonesia, Ki Hajar Dewantoro juga pernah mengatakan dengan 3-N: Niteni, Niroake dan Nambahake (amati, tiru dan tambahkan). Menristek Kusmayanto sering mengingatkan hal ini saat meng-encourage peneliti-peneliti muda dalam mengembangkan gagasan-gagasan penelitian.
Gagasan baru dapat ditemukan dimana saja. Brian Clegg, dalam bukunya "Creativity and Innovation", mencermati adanya 4 langkah utama dalam menemukan gagasan baru untuk mendorong kreatifitas: 1) mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap gagasan tersebut, 2) mengumpulkan jawaban-jawaban pertanyaan tersebut, 3) menguji jawaban-jawaban tersebut dan 4) mengimplementasikannya.
Sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan, tentu saja harus dikumpulkan berbagai rujukan, misalnya dengan membaca, klipping surat kabar, observasi atau mengamati produk dan mencari kekurangannya. Barulah kemudian diajukan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap produk-produk. Misalnya, mengapa jarum jam harus berputar ke kanan, apakah tidak boleh sebaliknya. Tahap kedua adalah jawaban-jawaban yang dihasilkan terhadap pertanyaan-pertanyaan kritis tersebut, baik yang common sense maupun yang non-common sense perlu diuji dampaknya.
Dampak-dampak jawaban hipotesis ini diperhalus dalam tahap ketiga. Pada tahap ini, sering pertimbangan praktis mendahului. Namun, Clegg menyarankan untuk menaruh pertimbangan praktis pada lapis kedua. Pertimbangan pertama adalah nilai kemenarikan tanpa pertimbangan praktis.
Pendekatanyang paling mudah adalah menerapkan dua parameter utama ukuran kebaharuan produk: waktu dan mutu. Jika waktu-buat sebuah produk lebih cepat, atau disebut inovasi proses, maka proses kreasi di dalamnya muncul sebagai hasil buah penciptaan. Di lain pihak, jika seseorang bisa membuat produk yang sama dengan mutu yang lebih bagus, maka didalamnya -sering disebut inovasi produk- terintegrasi buah kreasi perbaikan terhadap bahan untuk membuat produk tersebut. Pada tahap ke-empatlah, implementasi dilakukan.
Coklat-coklat yang memenangkan persaingan bukan dibuat oleh tangan-tangan yang kemarin sore. Coklat-coklat valentine dibuat oleh buah gagasan yang telah lama diendamkan dan diimplementasikan. Coklat-coklat tersebut hasil empat tahapan Clegg. Coklat-coklat valentine adalah buah inovasi produk dan proses yang mengejawantah dalam persaingan merebut hati anak-anak muda. Dan, pembaca, valentine tahun depan akan dipenuhi pula oleh kreasi coklat-coklat valentine yang baru. Barangkali salah satunya hasil penerapan kreasi anda?! Semoga.

(Andi Eka Sakya. Majalah "Icip Icip", Edisi II/Februari 2007. hal 24)

0 comments: