JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika menjadi tuan rumah lokakarya perencanaan pelaksanaan
Years of the Maritime Continent (YMC) 2017-2019, Selasa (24/11) hingga Kamis
(26/11). YMC merupakan kerja sama riset internasional untuk mempelajari
interaksi laut dan atmosfer di benua maritim. Salah satu hasil positifnya
adalah bisa memperbaiki prakiraan cuaca dan iklim di area tersebut yang akan
memengaruhi prakiraan di dunia.
Benua
maritim merujuk pada wilayah yang memiliki area laut luas, antara lain
Indonesia, serta Australia, Filipina, hingga selatan India. Bagi Indonesia,
kolaborasi riset sangat bermanfaat, antara lain untuk lebih memahami interaksi
iklim dan atmosfer bagi kepentingan dalam negeri, terutama pada aktivitas
kelautan.
"Ini
sejalan dengan keinginan pemerintah menjadikan Indonesia poros maritim
dunia," kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya di sela-sela Years of Maritime Continent
Implementation Plan Workshop, Selasa (24/11) di Jakarta.
Peserta
internasional antara lain berasal dari Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok,
Australia, Jerman, dan Inggris. BMKG juga mengajak mitra penelitian dalam
negeri, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan),
serta sejumlah universitas. Peneliti dari Indonesia dikoordinasikan oleh
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya.
Andi
mengatakan, YMC memiliki beragam manfaat lain bagi Indonesia. Lewat kolaborasi
riset tersebut, para peneliti Indonesia mendapat kesempatan peningkatan
kapasitas. Indonesia dan mitra riset juga bisa memperbaiki sistem peringatan
dini berbasis risiko yang terkait dengan iklim, laut, dan atmosfer, misalnya
mengetahui kondisi abu yang telontar dari gunung meletus. Selain itu, Andi
berharap YMC terintegrasi dalam agenda penelitian nasional Indonesia.
Indonesia strategis
Benua
Maritim Indonesia (BMI) merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan
memiliki posisi strategis karena diapit oleh dua benua (Asia dan Australia)
serta dua samudra (Hindia dan Pasifik). Garis Khatulistiwa juga melintasi area
ini. Itu membuat BMI menjadi generator cuaca untuk wilayah belahan bumi utara
ataupun selatan.
Posisi
strategis tersebut membuat BMI menjadi wilayah yang mengalami berbagai variasi
cuaca khas daerah tropis. Variasi cuaca skala regional antara lain Madden
Julian Oscillation (MJO) yakni fluktuasi musiman atau gelombang atmosfer yang
terjadi di kawasan tropik, Dipole Mode (DM) atau interaksi laut- atmosfer di
Samudra Hindia yang dihitung dari perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu
muka laut perairan pantai timur Afrika dan perairan di sebelah barat Sumatera,
Quasi Biennial Oscillation (QBO) juga Tropospheric Biennial Oscillation (TBO)
yang merupakan contoh bentuk variasi antar-tahunan elemen iklim yang berdampak
global dalam sistem iklim planet bumi, serta Monsun yakni pola sirkulasi angin
yang berembus secara periodik pada suatu periode (minimal 3 bulan) dan pada
periode yang lain polanya akan berlawanan. Di Indonesia dikenal Monsun Asia dan
Monsun Australia.
Untuk
skala global, terdapat fenomena El Nino, yakni fenomena global dari sistem
interaksi lautan atmosfer yang ditandai memanasnya suhu muka laut di ekuator
pasifik timur atau anomali suhu muka laut di daerah tersebut positif (lebih
panas dari rata-ratanya). Fenomena ini menyebabkan curah hujan di sebagian
besar wilayah Indonesia berkurang.
Selain
itu, ada juga Indonesia Through Flow (ITF), sirkulasi arus laut yang
menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. Sirkulasi tersebut tidak hanya
penting bagi dua samudra tadi, tetapi juga bagi Samudra Atlantik.
Dengan
kompleksitas fenomena cuaca dan iklim tersebut, Global Climate Model dan
Numerical Weather Prediction di wilayah Indonesia dianggap kurang maksimal guna
menggambarkan variabilitas cuaca dan iklim yang ada. Dengan demikian, studi
lebih lanjut, termasuk yang akan diimplementasikan dalam YMC, sangat penting.
Director
Department of Coupled Ocean-Atmosphered-Land Processes Research Japan Agency
for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) Kunio Yoneyama menuturkan,
jumlah negara yang terlibat dalam YMC terus meningkat. "Saat ini sudah ada
20 negara yang ikut serta dalam riset," ujarnya.
Chidong
Zhang dari Universitas Miami, Amerika Serikat, mengatakan, benua maritim
merupakan lokasi pusat pergerakan di atmosfer dunia. "Apa yang terjadi di
benua maritim akan dirasakan di wilayah lain yang ribuan mil jauhnya,"
katanya.
Sumber : http://print.kompas.com/baca/2015/11/24/Years-of-the-Maritime-Continent-untuk-Perbaikan-Pr | Oleh : J
GALUH BIMANTARA | 24 November 2015 13:29 WIB.
0 comments:
Post a Comment